Gunung ES Raksasa Berukuran 5.800 Km di Antartika Akhirnya Mencair dan Tak Tersisa

Jakarta - Gunung es raksasa di Antartika yang perjalannya terdokumentasikan dengan baik dikabarkan telah mencair, hancur dan hanyut di lautan Atlantik.

Gunung es A68 pertama kali memisahkan dirinya dari lapisan es Larsen C di Semenanjung Antartika pada tahun 2017. Sejak saat itu, A68 menjadi gunung es terbesar yang pernah ada, luasnya setara pulau Bali atau 5.800 kilometer persegi.

A68 terus bergerak menerjang Antartika Selatan, menuju Pulau Georgia. Di sana, suhu dan gelombang hangat memecahnya menjadi bongkahan es raksasa.

Bongkahan itu terfragmentasi menjadi potongan-potongan yang lebih kecil sehingga sulit untuk dilacak.


A68 telah sejak lama dipelajari dan diamati. Berkat citra satelit, peneliti dapat melihat jelas ketika A68 pertama kali mengalami retakan.

Ilmuwan dapat melihat celah di es dan perbedaan suhu di air yang mengelilinginya. Mereka menyaksikan bagaimana gunung es terlepas dari lapisan es Larsen C, kemudian berputar menuju perairan yang lebih hangat dalam arus yang disebut Weddell Gyre.

Pada November 2020, A68 diprediksi bakal menabrak perairan dangkal dekat Pulau Georgia Selatan yang terletak di bagian tenggara Argentina.

A68 berpotensi menutup akses penguin yang hidup di sana. Namun prediksi meleset. A68 justru bergerak sangat lambat dan sebaliknya secara bertahap ia mencair.

A68 kemudian retak ketika gelombang menghantamnya dan air hangat merembes ke dalam lapisan es sehingga menimbulkan retakan-rekan kecil lainnya.

"Kami melihat setiap belokan demi belokan kecil," kata Laura Gerrish, spesialis pemetaan di British Antarctic Survey, kepada BBC. "Kami dapat mengikuti kemajuannya dengan citra satelit harian, pada tingkat information yang belum dapat kami lakukan sebelumnya."

Para peneliti juga telah melakukan penelitian guna memahami bagaimana A68 bisa lepas dari Larsen C dan memengaruhi ekosistem di sekitarnya, kendati iklim Antartika yang ekstrem membuat penelitian sulit dilakukan.

Pada tahun 2018, ekspedisi Survei Antartika Inggris mencoba menuju lokasi A68 itu tercipta untuk mengumpulkan sampel dasar laut, tetapi ekspedisi itu terhalang oleh es laut yang sangat tebal. Misi kedua pada tahun 2019 juga bernasib serupa.

Sementara misi ke Pulau Georgia Selatan pada Februari 2021 akhirnya membuahkan hasil.

Para peneliti mengerahkan dua robotic di dekat pulau tersebut untuk mempelajari bagaimana masuknya air tawar yang dingin dari pecahan A68 yang mencair memengaruhi ekosistem setempat.

Salah satu robotic dikabarkan hilang, tapi robotic lain bisa ditemukan pada Mei mendatang dan datanya bakal dianalisis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BMKG Memantau Siklon Tropis Paddy di Indonesia, Berikut Selengkapnya

Penjelasan BMKG Terkait Awan Merah Disertai Petir di Puncak Gunung Arjuno Welirang

Mengetahui Bahaya Awan Panas, Yang Berasal Dari Letusan Gunung Berapi